Landasan
Kurikulum
Pendahuluan
Puji syukur kepada Sang
Illahi Robbi yang mana atas berkat dan Rahmat-Nyalah kami bisa
menyelesaikan makalah ini, tak lupa sholawat dan salam marilah kita limpah
curahkan kepada Guru besar kita Yakni Nabi
Muhammad SAW, tanpa adanya beliau mungkinkah kita terbebas dari zaman
kebodohan.
Dalam makalah ini penulis membahas tentang pengertian dan Landasan
kurikulum, kurikulum merupakan sebuah
rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh
aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam
pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan
kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya
diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis yang sering
disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan
dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu para pengawas pendidikan
dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas
pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan
pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenjang pendidikan.
Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam
melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi
tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan
efisien.
1.
Pengertian
Kurikulum
Istilah
“Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam
bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran
tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti
dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari
bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang
pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang
harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan
menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah
pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum
yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh
suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish.
Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting
untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan
suatu ijazah tertentu.[1]
Di
Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun
lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di
Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan.
Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya
kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.[2]
Beberapa
tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
Kurikulum
memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh
sejumlah
pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa
lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut
mengisi materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh
sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak
berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa
kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung
dari pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:
“Curriculum is
interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences
which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or
not (Romine, 1945,h. 14).”[3]
Pengertian
itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang
kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan
ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan
bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20
TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).[4]
Kurikulum pendidikan tinggi adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan
pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1
Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).[5]
Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar
yang mempunyai tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan
kemudian dilakukan evaluasi. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004
tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).[6]
Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar
pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
2.
Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang
pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan.
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka
penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang
tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula
terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang
masing-masing satuan pendidikan. (Bab IX, Ps.37). Pengembangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor
sebagai berikut:
1.
Tujuan filsafat dan pendidikan
nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional
yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu
satuan pendidikan.
2.
Sosial budaya dan agama yang berlaku
dalam masyarakat kita.
3.
Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karekteristik
perkembangan peserta didik.
4.
Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi
(interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan
lingkungan hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5.
Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang
ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem
nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.
Keenam faktor tersebut saling kait-mengait antara satu
dengan yang lainnya.
a.
Filsafat dan tujuan pendidikan
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita
masyarakat. Berdasarkan cita-cita tersebut terdapat
landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan kata lain, filsafat
pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi
landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, serta
perangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan
dipengeruhi oleh dua hal pokok, yakni (1). Cita-cita masyarakat, dan (2).
Kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat.
Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari. Hal ini
menunjukkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka
pengembangan kurikulum.
Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Filsafat pendidikan mengandung
nilai-nilai atau perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan
terkandung cita-cita tentang model manusia yang diharapakan sesuai dengan
nilai-nilai yang disetujui oleh individu dan masyarakat. Karena itu, filsafat
pendidikan harus dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum dan
obyektif. Hopkin dalam bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan
kriteria antara lain:
1)
Kejelasan, filsafat/keyakinan harus
jelas dan tidak boleh meragukan.
2)
Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan
penyelidikan yang akurat.
3)
Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu.
b.
Sosial budaya dan agama yang berlaku di masyarakat
Keadaan
sosial budaya dan agama tidaklah terlepas dari kehidupan kita. Keadaan sosial
budayalah yang sangat berpengaruh pada diri manusia, khususnya sebagai peserta
didik. Sikap atau tingkah laku seseorang sebagian besar dipengaruhi oleh
interaksi sosial yang membuat sseeorang untuk bertingkah laku yang sesuai
dengan kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar. Agama yang membatasi tingkah
laku kita juga sangat besar pengaruhnya dalam membuat suatu kurikulum.
c. Perkembangan
Peserta didik yang menunjuk pada karateristik perkembangannya
Setiap
peserta didik pasti mempunyai karateristik yang berbeda. Dengan keadaan peserta
didik yang memiliki perbedaan dalam hal kemampuan beradaptasi atau dalan hal
perkembangan, tentunya juga ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya
kurikulum yang sesuai dengan harapan. Kurikulum akan dibuat sedemikian rupa
untuk mengimbangi perkembangan peserta didiknya.
- Kedaaan lingkungan
Dalam arti yang luas, lingkungan merupakan suatu sistem
yang disebut ekosistem, yang meliputi keseluruhan faktor lingkungan, yang
tertuju pada peningkatan mutu kehidupan di atas bumi ini. Faktor-faktor dalam
ekosistem itu, meliputi:
1)
Lingkungan manusiawi/interpersonal
2)
Lingkungan sosial budaya/kultural
3)
Lingkungan biologis, yang meliputi flora dan fauna
4)
Lingkungan geografis, seperti bumi, air, dan sebagainya.
Masing-masing faktor lingkungan memiliki
sumber daya yang dapat digunakan sebagai modal atau kekuatan yang mempengaruhi
pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik
dalam jumlah maupun dalam mutunya. Lingkungan sosial budaya merupakan sumber
daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber
daya yang terkait erat dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
- Kebutuhan Pembangunan
Tujuan pokok pembangunan adalah untuk
menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam
rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan kesejahteraan
lahir batin yang lebih selaras, adil dan merata. Keberhasilan pembangunan ditandai
oleh terciptanya suatu masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera.
Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut,
maka dilaksanakan proses pembangunan yang titik beratnya terletak pada
pembangunan ekonomi yang seiring dan didukung oleh pengembangan sumber daya
manusia yang berkualitas, serta upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal
ini menunjuk pada kebutuhan pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yang perlu
dibangun itu sendiri, yang bidang-bidang industri, pertanian, tenaga kerja,
perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, usaha nasional, pariwisata,
pos dan telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan,
keuangan, transmigrasi, energi dan lingkungan hidup (GBHN, 1993).
Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan
tersebut di atas sekaligus menggambarkan kebutuhan pembangunan secara
kesuluruhan. Hal mana memberikan implikasi tertentu terhadap pendidikan di
perguruan tinggi. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan di perguruan
tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya –upaya dan kebutuhan
pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi dan pengembangan sumber daya
manusia yang berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan untuk menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan keilmuan dan
keahlian, yang bersifat mendukung ketercapaian cita-cita nasional, yakni suatu
masyarakat yang maju, mandiri, dan sejahtera.
- Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan
keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan untuk memacu
pembangunan menuju terwujudnya masyarakat mandiri, maju dan sejahtera. Untuk
mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan tersebut, maka ada tiga hal yang
dijadikan sebagai dasar, yakni:
1)
Pembangunan iptek harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif
dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek,
pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan
jasa.
2)
Pembangunan iptek tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk
meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3)
Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai
luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
4)
Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas,
efisiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
5)
Pembangunan iptek berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang dapat
memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan
ilmupengetahuan dan tekhnologi dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni:
1)
Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan
dalam segala bidang.
2)
Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu untuk pengembangan masyarakat dan
mengembangkannya secara swadaya.
3)
Akademisis terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek
untuk disumbangkan kepada pembangunan.
4)
Pengusaha, untuk kepentingan meningkatan produktivitas.[7]
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1)
filosofis ; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan
tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas
keempat landasan tersebut.
1.
Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam
pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita
dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme,
essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam
pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum
yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di
bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat,
kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a.
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan
keindahan dari warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap
lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang
menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang
tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa
lalu.
b.
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian
pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota
masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap
sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di
masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essensialisme juga lebih
berorientasi pada masa lalu.
c.
Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan
tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami
dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman
itu?
d.
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman
belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi
pengembangan belajar peserta didik aktif.
e.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.
Pada rekonstruksivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan.
Disamping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstuktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir
kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis
, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan
pada hasil belajar dan proses.
Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme,
eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan
Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme
memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi.
Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam Pengembangan
Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki
kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek
pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara
eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan
yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa
negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat
rekonstruktivisme.
2.
Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan
bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan
kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu
berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan,
tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan
perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam belajar yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis,
Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yang mendasari Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati
mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan ”karakteristik
mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi
kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada
suatu situasi”.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi,
yaitu:
- Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten
atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
- Bawaan; yaitu karakteristik fisisk yang merespons secara
konsisten berbagai situasi atau informasi.
- Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image
seseorang.
- Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki
seseorang;
- Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun
mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi
praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan
dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang,
sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam
serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan
dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan Pelatihan merupakan hal tepat untuk
menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih
sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
3.
Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu
rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan
pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha
mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan masyarakat. Pendidikan
bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat,
mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat
dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan
segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan
bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan
muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya,
tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu
membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses
pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan
dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing
memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola
hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial
budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan
berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari
agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut
setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap
tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata,
1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa
lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan
datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya
mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya
dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
4.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi
yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan
mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus
berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin
berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal
yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala,
mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di
Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada
pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil
Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi
dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban
manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat
pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan
keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang
ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat
dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai
masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang
disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan
belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan
menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu dan antisipatif
terhadap ketidakpastian.
Perkembangan
dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam bidang
transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh
karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia.
KESIMPULAN
Dari pembahasan pada makalah diatas kita telah
mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan kurikulum dan apa saja yaang
meiandasi terbentuknya kurikulum. Kita
dapat menyimpulkan hal – hal sebagai berikut:
1.
Pengertian
Kurikulum
Dari berbagai macam pengertian kurikulum yang telah
dipaparkan dala pembahasan diatas kita dapat menarik garis besar pengertian
kurikulum yaitu:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
2. Landasan Kurikulum
Dari
pembahasan makalah ini kami mengambil garis besar dari beberapa landasan
kurikulum, yaitu meliputi:
i.
Landasan Filosofis
ii.
Landasan Psikologis
iii.
Landasan Sosial-budaya
iv.
Landasan Ilmu pengetahuan dan teknologi
v.
Landasan Kebutuhan Pembangunan
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik.
Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan
dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar Baru Algerindo.
S.
Nasution. 2006. Asas-Asas Kurikulum, Jakarta : Bumi Aksara.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006.
Pengembangan kurikulum; teori dan peraktek. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Undang-Undang Republik Indonesia
No.XX Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional.
[1]
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara , 2007.
hlm 16.
[2] S.
Nasution, M.A, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta : Bumi Aksara, 2006. hlm 2.
[3]
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara , 2007.
hlm 18.
[5]
www.kopertis4.or.id
[6]
www.bsn.or.id/SNI
[7]
.sukmadinata, nana syaodih. 2006. Pengembangan kurikulum; teori dan peraktek.
Bandung: remaja Rosda karya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar