Metode Eklektik
(Thariqah Intiqa’iyyah/Eclectic Method)
Pendahuluan
Dari paparan tentang
aneka ragam metode pembelajaran bahasa asing, tampak jelas bahwa setiap metode
memiliki aspek kekuatan dan kelemahan. Berbagai metode datang silih berganti
karena adanya ketidakpuasan terhadap metode sebelumnya, namun metode yang baru
pun akan mengalami hal yang sama, dikritik dan dianggap tidak mampu lagi
memuaskan kepentingan pengajaran bahasa pada masanya. Silih bergantinya
berbagai metode bersamaan dengan silih bergantinya kekuatan dan
kelemahan metode.
Pada sisi lain, tujuan
pembelajaran bahasa juga berbeda-beda antara satu tempat dan tempat yang lain,
antara satu lembaga dan lembaga yang lain, antara satu kurun waktu tertentu dan
kurun waktu yang lain. Selain terkait dengan tujuan pembelajaran bahasa asing,
kondisi tersebut juga meliputi keadaan guru, keadaan siswa, sarana prasarana dan
lain sebagainya. Berdasarkan kenyataan di atas, muncullah Metode Eklektik.
Istilah eklektik terambil dari bahasa Inggris eclectic yang dapat berarti
pemilihan sesuatu yang dianggap terbaik dari beberapa doktrin, metode atau
gaya, dan susunan dari bagian-bagian yang diambil dari berbagai sumber.
(www.merriam-webster.com. 2008).
Pada pertemuan
sebelumnya telah dikemukakan bahwa setiap metode dikembangkan berdasarkan
landasan teori linguistik dan psikologi, dan bahwa setiap metode baru lahir sebagai
suatu bentuk kritik, penolakan dan pengganti terhadap metode sebelumnya. Metode
yang akan kita bicarakan ini mempunyai pengertian dan karakteristik dasar yang
berbeda dengan metode-metode sebelumnya. Yaitu bahwa metode ini tidak dikembangkan
berdasarkan suatu teori aliran linguistik dan psikologi tertentu. Metode ini
tidak juga lahir untuk menggantikan metode-metode yang telah lahir sebelumnya,
tetapi metode ini lahir
sebagai sebuah bentuk usaha pemilihan dan penggabungan dari beberapa metode
yang sudah dan akan ada, pada awalnya antara Metode Tata Bahasa-Terjemah,
Metode Langsung dan Metode Audiolingual.
Metode eklektik ini
mempunyai hubungan yang kuat dengan para tokoh pengajaran bahasa seperti Henry
Sweet dan Harold Palmer. Sweet menyatakan bahwa suatu metode yang baik harus
bersifat komprehensif dan harus mempertimbangkan berbagai aspek. Suatu metode
harus didasarkan pada suatu pengetahuan yang seksama tentang pengetahuan
kebahasaan dan dengan memanfaatkan pengetahuan psikologis. Karena aliran
kebahasaan dan psikologi beragam dan terkadang bertentangan antara yang satu
dengan yang lain, maka Sweet menyarankan adanya suatu jalan tengah antara berbagai
aliran yang bertentangan (Sweet dalam River, 1981; 54). Usaha menemukan jalan
tengah itulah yang kemudian melahirkan prinsip-prinsip pokok pengajaran bahasa
yang didasarkan pada berbagai metode, tidak pada satu metode tunggal yang tidak
bisa berubah-ubah. Prinsip-prinsip umum tersebut kemudian dipadukan dengan prinsip-prinsip
khusus dalam pengajaran suatu bahasa tertentu.
Guru yang menggunakan
Metode Eklektik akan mencoba untuk menyerap teknikteknik terbaik dari berbagai
metode pengajaran bahasa lalu memadukannya ke dalam prosedur pengajaran di
kelas, menggunakan berbagai metode yang paling sesuai untuk berbagai tujuan
yang beragam. Pengguna metode ini yang sesungguhnya akan mencari bentuk
pengembangan yang seimbang untuk keempat ketrampilan bahasa dalam semua langkah
pembelajarannya. Dengan karaktek yang demikian, selain Thariqah Intiqa’iyah,
metode ini juga diberi nama yang beraneka ragam yaitu, Thariqah al-Mu’allim,
Thariqah Mukhtarah, Thariqah Taufiqiyah, Thariqah Muzdawijah, dan Thariqah
Taulifiyah.
Pendekatan Metode
Eklektik
Karena
metode ini tidak dikembangkan atas dasar teori lunguistik atau teori psikologi
tertentu, maka
asumsi-asumsi yang mendukung metode ini lebih bersifat pragmatis daripada
teoritis, yaitu sebagai berikut.
1. Setiap metode
mempunyai kelebihan-kelebihan tesendiri, dan kelebihan-kelebihan tersebut
mungkin bisa dimanfaatkan untuk pengajaran bahasa asing.
2. Tidak ada satu metode
pun yang sempurna, sebagaimana halnya tidak ada satu metode pun yang salah
total. Tiap-tiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
3. Pandangan bahwa suatu
metode dapat melengkapi metode lainnya lebih baik daripada pandangan bahwa
terdapat pertentangan antara satu metode dengan metode lainnya.
4. Tak ada satu metode
pun yang relevan untuk semua tujuan, semua pembelajar, semua guru, dan semua
program pengajaran.
5. Prinsip utama dalam
pengajaran terpusat pada pembelajar dan kebutuhannya. Bukan pada metode
tertentu tanpa memperhitungkan kebutuhan pembelajar.
6. Seorang guru
hendaklah merasa bebas dalam memilih metode yang akan digunakannya sesuai dengan
kondisi pembelajar, dengan tidak menutup mata dari berbagai penemuan baru dalam
metodologi pengajaran. Seorang guru mungkin dapat memilih satu atau beberapa
metode yang sesuai dengan kebutuhan pembelajar dan situasi pembelajaran.
(al-Khuliy, 1986: 11-12)
Desain Metode Eklektik
Dalam
pertemuan sebelumnya kita sudah mempelajari bahwa yang dimaksud dengan desain
dalam pembelajaran bahasa mencakup sasaran atau tujuan akhir pengajaran bahasa
(baik umum maupun khusus), jenis dan isi silabus bahasa, jenis kegiatan pembelajaran,
peran guru, peran siswa dan peran materi pembelajaran. Dan pada bagian pendahuluan
metode ini sudah Anda bisa fahami bahwa metode eklektik sebenarnya tidak memiliki
bentuk khusus yang mandiri yang berbeda secara keseluruhan dari metode lainnya,
karena ia merupakan hasil dari pemilihan dan penggabungan beberapa metode yang
dianggap relevan untuk pembelajaran, dengan demikian tidak ada juga desain
khusus untuk metode ini. Tujuan pengajaran yang ingin dicapai dengan metode ini
adalah tujuan dari beberapa metode yang dipilih dan digabungkannya, begitu juga
dengan jenis silabus pengajaran yang tidak akan mungkin satu, yang nantinya
akan berimplikasi kepada beragamnya jenis kegiatan pembelajaran, peran guru,
peran siswa dan peran materi pembelajaran.
Prosedur dan Teknik
Metode Eklektik
Metode
Elektik sesungguhnya adalah metode yang tersusun dari segi-segi positif berbagai
metode pembelajaran bahasa. Karena itu, teknik pengajaran yang digunakan dalam
metode ini juga akan beragam, tergantung pada pola pemilihan dan penggabungan
yang digunakan oleh guru, yang juga tidak seragam. Artinya, dalam metode ini
bahasa ibu bisa dipakai untuk memberi penjelasan-penjelasan dan terjemahan
seperlunya untuk mempercepat proses pengajaran, menghindari salah
paham dan mencegah
pemborosan waktu. Terjemahan-terjemahan tertentu diberikan ketika dianggap
perlu, tata bahasa juga diajarkan secara deduktif, serta beberapa alat bantu
audio-visual digunakan untuk memudahkan pembelajaran.
Guru juga dapat
mengajarkan tatabahasa, meskipun ia tidak lagi mengasumsikannya sebagai titik
awal penguasaan bahasa, hanya lebih merupakan suatu titik rujukan. Guru juga
bisa menggunakan berbagai bentuk tadribat/drills (seperti dril
dengar-ucap) ketika teknik itu merupakan cara yang efisien untuk melatih siswa
melafalkan bunyi-bunyi dan intonasi dari suatu kata atau ungkapan yang penting.
Guru akan memberikan beberapa bentuk latihan atau tamrinat/exercises (seperti
mal’u al-farag) untuk meningkatkan kesadaran siswa akan
ungkapan-ungkapan umum fungsional. Guru bisa memfokuskan
kegiatan pembelajarannya
pada ungkapan-ungkapan fungsional ketika para siswa mendengarkan rekaman dari
suatu percakapan. Guru dapat menggunakan teknik kesenjangan informasi (fajwah
ma’lumat/information gap) kapan saja guru menggapnya perlu. Guru juga dapat
menggunakan personalisasi, baik ketika para siswa sedang mempraktekkan bahasa,
bersiap-siap untuk bermain peran, atau membaca surat kabar.
Pengajaran diawali
dengan pengajaran keterampilan menyimak dan sekaligus berbicara yang disajikan
dalam bentuk pengajaran dialog-dialog pendek (hiwarat qashirah), untuk tingkat
pemula biasanya ada dua tipe dialog untuk satu dars. Dengan menggabungkan
kelebihan dari beberapa metode, misalnya, hiwar dapat diajarkan dengan
langkahlangkah berikut:
1. Guru menyampaikan
gambaran umum isi (jalan cerita) materi hiwar, bila terpaksa dalam bahasa
Indonesia, dan siswa mendengarkannya dengan penuh perhatian.
2. Guru membacakan
seluruh bahan ajar, sementara siswa mendengarkannya. Bila perlu dilakukan lebih
dari satu kali, agar mereka memahami makna umum bahan tersebut.
3. Guru mengucapkan
materi ajar tadi kalimat per kalimat, lalu diikuti/ditirukan oleh siswa
seluruhnya, lalu perkelompok, kemudian bila dianggap perlu oleh perorangan, sehingga
mereka dapat mengucapkan materi ajar dengan baik dan benar.
4. Guru menjelaskan
makna materi pelajaran tersebut, terutama yang mengandung mufradat atau
ungkapan baru, dengan berbagai teknik dan media yang sesuai.
5. Guru sekali lagi
membacakan materi ajar seperti yang dilakukan pada langkah ketiga. Dengan
langkah ini diharapkan siswa memahami makna materi pelajaran tersebut.
6. Beberapa orang siswa
secara bergantian diminta untuk memerankan/ meragakan hiwar di depan kelas
dengan bimbingan guru.
7. Guru meminta mereka
membaca materi ajar pada buku pelajaran masing-masing secara kelompok dan
perorangan sesuai waktu yang tersedia.
8. Kegiatan pembelajaran
diakhiri dengan mengerjakan beberapa latihan dalam bentuk lisan atau tulisan .
Setelah pengajaran tahap
awal selesai, kegiatan pembelajaran berikutnya dapat dilanjutkan dengan
pengajaran bentuk kata dan struktur kalimat. Materi qawa’id yang ingin
disajikan guru dapat diajarkan dengan menggunakan metode induktif atau metode
deduktif. Artinya materi qawai’id dapat diajarkan dengan terlebih dahulu menyajikan
contoh-contoh kemudian terus berlanjut sampai kepada pengambilan kesimpulan
tentang qawa’id, atau bias juga sebaliknya, bila situasi belajar meggajar
menuntut metode kedua
(deduktif). Dengan metode induktif, kegiatan pembelajaran berlangsung melalui
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Pendahuluan, dengan
mengingatkan siswa kepada pelajaran terdahulu yang erat kaitannya dengan materi
qawa’id yang akan diajarkan.
2. Membaca contoh-contoh
hingga mereka memahami maknanya.
3. Mendiskusikan unsur
qawa’id yang diajarkan yang terdapat dalam tiap contoh.
4. Guru bersama murid
menarik kesimpulan dari apa y ang didiskusikan.
5. Membandingkan qawa’id
baru dengan apa yang telah dipelajari sebelumnya, atau membandingkan dengan
qawa’id dalam bahasa ibu siswa.
6. Siswa ditugaskan
untuk mengerjakan latihan di kelas, atau di rumah.
Sementara keterampilan
membaca dapat diajarkan dengan langkah-langkah berikut:
1. Guru memberi contoh
bacaan bahan pelajaran dengan makhraj serta intonasi yang baik dan benar, atau
mereka diminta untuk membacanya dalam hati sambil berusaha memahami maknanya
secara umum.
2. Guru menyampaikan
beberapa pertanyaan tentang kandungan makna bahan pelajaran untuk mengetahui
seberapa jauh pemahaman mereka atas bahan bacaan.
3. Mereka diberi
kesempatan menanyakan makna kata, dan ungkapan yang belum difahaminya; lalu
guru menjelaskannya dengan cara tanya jawab.
4. Guru meminta siswa
membaca beberapa bagian atau seluruh materi bacaan secara bergiliran sesuai
dengan waktu yang tersedia. Kesalahan bacaan dibenarkan oleh temannya atau oleh
guru sendiri segera setelah kalimat yang mengandung kesalahan itu selesai
dibaca. Jadi tidak memotong bacaan siswa di tengah kalimat.
5. Kegiatan pengajaran
qira’ah diakhiri dengan tugas menjawab pertanyaan yang telah disediakan saat
itu juga atau di rumah.
Kemudian keterampilan
menulis diajarkan sesuai dengan tingkat kamampuan siswa, misalnya dengan
melatih siswa trampil menulis dan menyusun kalimat-kalimat Arab sederhana
dengan benar. Dengan tujuan tersebut, materi pelajaran dapat berkisar pada pola
kalimat dan mufradat yang telah diajarkan pada hiwar, qawa’id dan
qira’ah.
Faktor Petimbangan Pemilihan
Metode Pengajaran
Pada
kenyataannya tidak ada satu bentuk baku pemilihan dan penggabungan beberapa metode
yang ada untuk diramu menjadi satu. Keputusan tersebut diserahkan kepada kebebasan
guru sendiri. Karena itu, metode ini bisa menjadi metode yang ideal apabila
didukung oleh penguasaan guru secara memadai terhadap berbagai macam metode,
sehingga dapat mengambil secara tepat segi - segi kekuatan dari setiap metode dan
menyesuaikannya dengan kebutuhan program pengajaran yang ditanganinya,
kemudian menerapkannya
secara proporsional. Sebaliknya, metode ini bisa rnenjadi metode “seadanya”
atau metode “semau guru”, apabila pemilihannya hanya berdasarkan “selera” guru,
atau atas dasar “mana yang paling enak dan paling mudah” bagi guru, artinya
pemiihan bukan didasarkan pada pertimbangan yang bertanggung jawab. Bila
demikian halnya, maka yang terjadi adalah ketidakmenentuan.
Di samping penguasaan
akan berbagai metode pengajaran bahasa asing yang ada, ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan oleh guru dalam memilih metode pengajaran bahasa. Penguasaan
pada faktor-faktor tersebut dapat membantunya dalam merancang dan mengevaluasi
penggunaan metode-metode tersebut. Faktor-faktor yang dimaksud juga sangat
bermanfaat sebagai bahan masukan dalam merencanakan dan menilai program
pengajaran yang telah dilakuhan. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian yaitu: faktor penentu pemilihan metode yang bersifat teoritis (yaitu
teori pembelajaran, teori linguistik, serta dimensi sosial dan komunikasi
bahasa) dan yang bersifat praktis (Kharma, 1988: 230-236).
A. Tujuan Pembelajaran
Tujuan suatu pengajaran
sangat mempengaruhi penentuan metode apa yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut. Apabila program pengajaran berorientasi pada kemampuan
menerjemahkan bahasa asing maka metode yang digunakannya mesti akan berbeda
kalau dengan tujuannya adalah kemampuan berbicara dengan lancar tersebut. Kalau
tujuan pembelajaran adalah kedua hal tersebut, maka metodenya tentu
akanmerupakan kombinadi dari metode yang cocok untuk tujuan pertama dengan
metode yang relevan untuk tujuan yang kedua, misalnya menggabungkan antara
metode qawaid terjemah dengan metode langsung.
B. Materi Pelajaran
Dua komponen atau keterampilan
berbahasa yang berbeda, pasti memiliki persoalan pengajaran yang berbeda pula,
maka metode pengajarannya juga akan berbeda. Penentuan aspek bahasa dan keterampilan
bahasa apa yang hendak diajarkan atau ditekankan, akan mengarahkan guru pada pemilihan
beberapa metode yang berbeda pula. Dalam hal ini kedalaman pemahaman guru
terhadap meteri pelajaran akan sengat menentukan dalam penentuan metode
pembelajaran, kenyataannya guru
yang tidak profesional
bisa saja mengajarkan materi hiwar dengan cara yang sama dengan ketika
dia mengajarkan materi qira’ah, misalnya dua-duanya diterjemahkan kemudian
dianalisis dari segi qaidah yang ada dalam kedua materi tersebut.
C. Pengajar
Sebagus apapun sebuah
metode, tidak akan pernah menghasilkan kesuksesan yang besar kalau diterapkan
oleh seorang guru yang tidak berpengatuhan atau berpengalaman menggunakan
metode tersebut. Seorang guru yang tidak melatih penggunaan suatu metode
sebelum dia mempraktekkannya dalam pembelajaran pasti akan menemukan banyak
kesulitan dan hambatan yang akhirnya akan memalingkan guru dari tujuan awalnya.
Seorang guru yang
terbiasa menggunakan metode tertentu dalam waktu yang cukup lama akan merasa
sulit untuk menggunakan metode baru. Lebih dari itu mungkin saja dia akan
menentang setiap pembaharuan dalam metode pengajaran. Dalam kenyataannya,
kadang terjadi sebagian guru merasa mantap dengan menggunakan metode tertentu,
walau belum tentu metode tersebut relevan untuk
tujuan pembelajarannya.
Baik sadar atau tidak kebanyakan guru terjebak dalam penggunakan metode
tertentu dan tidak menyukai metode lainnya.
D. Pembelajar
Ketika para pembelajar
akan mempelajari suatu bahasa, maka guru haruslah merupakan orang yang paling
mampu memilih metode pengajaran yang dapat memabantu siswa mencapai tujuannya,
serta mampu mendorong semangat dan kesenangan mereka. Kecerdasan anak juga
mempunyai hubungan yang signifikan dengan kemampuan belajar bahasa asing
mereka. Dengan dmikian, metode pengajaran bahasa untuk anak yang memiliki
kecerdasan yang tinggi akan berbeda dengan metode untuk mengajarkan anak yang
kecerdasan nya sedang atau biasa – biasa saja. Faktor usia juga mempunyai
keterkaitan dengan penentuan metode pengajaran yang akan digunakan. Metode
pengajaran yang baik untuk anak-anak bisa jadi tidak baik untuk orang dewasa,
demikian juga sebaliknya. Misalnya, anakanak akan lebih efektif diajarkan
dengan peniruan dan pengulangan; sedangkan orang dewasa akan lebih baik bila
diajarkan dengan metode yang mengandung
penafsiran logika untuk
fenomena-fenomena kebahasaan dan pola-pola tatabahasa.
E. Media Pengajaran
Beberapa metode
mempersyaratkan tersedianya media tertentu, seperti kaset, film, gambar-gambar,
laboratorium, dan balok-balok warna-warni. Dan ada juga metode yang tidak
menggunakan media terentu, artinya cukup dipraktekkan oleh guru tanpa bantuan
media. Menggunaan suatu metode yang menuntut media tertentu tanpa media yang
dipersyaratkan akan sangat berpengaruh pada rendahnya efekifitas dan efesiensi
pembelajaran, karena tuntutan metode tersebut tidak terpenuhi.
F. Jumlah Siswa dalam
Kelas
Ada beberapa metode
pengajaran yang hanya berhasil untuk keias kecil’ sedangkan untuk kelas-kelas
besar metode-metode tersebut kurang efektif. Kasus pada aspek metode pengajaran
juga berlaku pada guru. Seorang guru mungkin akan merasa berat dan sulit
menggunakan metode tertentu pada kelas besar, akan tetapi dia merasa ringan dan
mantap ketika dia mengajar di kelas kecil.
Ringkasan
Kelahiran Metode
Eklektik didorong kondisi objektif dalam pembelajaran bahasa yang menunjukkan
bahwa tidak ada sebuah metode tunggal yang bisa digunakan oleh seorang guru
untuk segala jenis kondisi dan situasi pembelajaran. Tidak ada sebuah metode
yang mampu mewujudkan semua tujuan yang diinginkan dengan karakter para pelajar
dan tujuan pembelajaran yang tidak seragam dan bisa berubah-berubah. Pada saat
yang sama tidak ada satu metode pun yang sempurna yang selamat dari berbagai kritikan
dan kekurangan, sebagaimana halnya tidak ada satu metode pun yang sama sekali
tidak bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran. Sebagai akibatnya tidak tidak ada satu
metode pun yang dapat digunakan untuk semua tujuan, semua pembelajar, semua guru,
dan semua program pengajaran. Karena setiap metode mempunyai kelebihan dan kekuarangan
sendiri. Melihat kondisi demikian, guru dituntut dan diberi kebebasan untuk
memilih dari berbagai metode apa yang terbaik dan paling sesuai dengan tujuan
pembelajaran, materi pelajaran, kemampuan guru dan siswa, ketersedian media pembelajaran,
serta jumlah siswa dalam kelas. Faktor-faktor tersebut adalah factor yang mempengaruhi
pemilihan metode pembelajaran, dan pada saat yang sama juga dipengaruhi oleh
metode pembelajaran yang dipilih.
Daftar Pustaka
Aziz Fakhrurrozi & Erta Mahyudin, Pembelajaran Bahasa Arab,
Derektorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar